Saya juga pernah membaca di status media sosial milik wartawan senior –dia pernah bergabung di media terkemuka di Indonesia, dan menulis sesuatu yang hoaks, bohong, sehingga teman-temannya dalam komentar mengingatkan untuk jangan lagi menebar kebohongan. Silakan dukung calon presiden pilihan masing-masing, tapi jangan mencerca calon presiden yang satunya lagi.
“Ingat, telunjuk lurus kelingking berkait. Saat mana satu jari menunjuk kebobrokan pasangan calon presiden yang tak Anda sukai, empat jari menunjuk ke arah Anda, yang sebenarnya lebih banyak bobroknya.” Begitu respon yang diberikan seseorang di kolom komentar media sosial.
Saya tak hendak membahas satu per satu fenomena di media sosial yang bisa kita silau setiap waktu, yang kadang masuk ke laman media sosial kita tanpa diundang dan diminta. Isi materi sharing yang tanpa disaring itu tidak saja menebar kebohongan. Akan tetapi juga menebar kebencian, penghinaan, melecehkan dan bahkan membunuh karakter lawan yang tak dia inginkan. Lebih luas lagi, sentimen negatif terhadap pasangan calon presiden tertentu, juga ditengarai bisa membuat disharmoni hubungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika hal ini dibiarkan bukan tidak mungkin terjadi perpecahan dalam masyarakat, perang antaretnik dan rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa.



