Oleh : Yurnaldi
Wartawan Utama, Ketua Bidang Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat (2014-2018) , dan Penulis Buku “Kritik Presiden dan Jurnalisme Hoax” (2018)
Saya acapkali membaca semacam “peringatan” di laman media sosial teman-teman yang bunyinya: “Maaf, saya tak menerima pertemanan dari siapa pun yang memakai foto dengan baju berlogo partai dan nomor urut. Bagi yang sudah berteman sebelumnya, jangan kirimi foto dan pernyataan untuk minta dukungan. Jika itu dilakukan, Anda saya blokir dari pertemanan.”
Benar-benar tragis. Pertemanan yang berbilang tahun bisa berakhir dengan putusnya silaturrahim. Sikap si empunya akun tentu harus dihargai. Dia, barangkali, punya prinsip bahwa jangan jadikan laman media sosial untuk kampanye diri pribadi. Atau kampanye menyebarluaskan informasi berisi klaim kehebatan dan keunggulan calon presiden dan wakil presiden masing-masing.
Ada juga teman yang berpantang menerima kiriman sesuatu yang menurut dia kebenarannya masih diragukan, atau datanya tidak akurat, atau sumbernya tak jelas tentang calon presiden dan wakil presiden yang menjadi jagoan si teman yang mengirimkan. Pilihannya adalah pemblokiran atau materi kirimannya dihapus dari dinding laman sosial.