Oleh: Idra Putri
Sudah sering ku lihat Raysa kedapatan sedang memperhatikan Fajri yang merupakan siswa berprestasi di kelasku. Bahkan satu bulan terakhir Raysa terang – terangan meminta kepada Bu Ami agar dimasukan dalam kelompok yang sama. Jujur saja Aku cemburu dan sakit hati. Tapi apa boleh buat, Raysa jauh lebih cantik dariku. Meskipun otakku encer, namun tidak merubah keadaan bahwa Raysa bisa merebut perhatian Fajri, lelaki yang merupakan the crushku sejak duduk di kelas ini.
“Ray, ke kantin yuk”, ajakku siang itu. Tapi Raysa masih betah di kelas karena Fajri juga sedang menulis bersama temannya.
“Kalau mau ngantin, pergi aja. Aku masih ada urusan’, jawaban Raysa membuatku bingung,
Akupun berlalu karena memang cacing diperutku sudah pada demo. Sesampainya di kantin Aku memesan nasi goreng. Memang nasi goreng merupakan makanan terenak yang ku suka. Dua piring ludes. Untunglah tidak ada teman- teman yang lain. Kalau mereka tahu Aku menghabiskan dua piring nasi goreng dalam waktu dua puluh menit, barang kali ini bakal jadi trending topik seantero. Mungkin Aku bakal dijuluki cewek mungil tapi makan banyak.
Saat beranjak dari kantin, dari jauh Aku melihat Raysa berjalan beriringan dengan Fajri. Aku mencari lorong yang berbeda sehingga tidak berpapasan langsung dengan mereka. Jujur saja, Aku merasa cemburu melihat kedekatan mereka.
Sesampainya di kelas, Aku mulai tenggelam dengan novel yang biasa menghiasi waktu senggangku. Bel tanda masuk pun berbunyi. Semua siswa sudah duduk diposisi masing- masing, hanya Raysa dan Fajri saja yang belum muncul. Aku hanya diam saat Bu Ami menanyakan keberadaan mereka.
Pelajaranpun dimulai, Bu Ami sudah menginstruksikan kami untuk duduk di kelompok masing- masing. Aku hanya duduk bersama Fifah karena hanya dia anggota kelompok yang ada. Sementara Raysa dan Fajri tidak muncul- muncul.
Satu jam berlalu. Raysa dan Fajri masih belum muncul. Aku was- was kalau mereka merencanakan bolos belajar.
“Hana, silahkan panggil Raysa dan Fajri. Suruh mereka segera masuk, jangan suka bolos belajar”, bu Ami menyuruhku mencari mereka.
Aku pun keluar kelas menuju kantin. Alangkah terkejutnya Aku melihat pemandangan di sana. Raysa duduk di lantai sambil menangis sementara Fajri hanya diam sambil memegang cangkir makanannya.
Suasana kantin sepi, mungjkin karena sudah jafwal murid masuk kelas. Raysa masih betah melantai. Aku lihat Fajri menyuruhnya tetap duduk dan makan di lantai.
Hahaha..Fajri masih tertawa sambil memandang remeh Raysa.
“Ayo kamu kan sudah ungkapkan perasaan padaku. Aku akan menerimamu kalau patuh dengan perintahku”, Aku kaget dengan suara Fajri yang tidak bersahabat dan terkesan meremehkan.
Fajri menyuruh Raysa makan sambil duduk di lantai. Meskipun pakai karpet plastik tapi tidak pantas duduk melantai sementara ada meja dan kursi yang disediakan untuk pembeli.
Fajri masih betah menghardik Raysa. Bahkan roknya sudah kotor karena debu lantai
“Aku tidak suka cewek cengeng. Cantik- cantik tapi cengeng, apalagi centil dan suka tebar pesona”, kalimat pedas Fajri membuat Raysa terisak bahkan tersedu- sedu. Aku cukup paham rasa sakit yang diderita Raysa. Namun rasa cinta membutakan hatinya. Padahal wajahnya cantik, bahkan cowok- cowok banyak yang mengidolakannya. Banyak yang patah hati karena Raysa memilih dekat dengan Fajri.
Aku tidak suka sikap kasar Fajri. Bagaimanapun Raysa tetap teman kelasku. Setiap perempuan yang sedang jatuh cinta akan melakukan apapun asalkan perasaanya berbalas.
Dari jauh Aku tetap amati tingkah mereka berdua, bahkan saat pelayan kantin membereskan meja, Raysa masih terisak. Fadli berpura- pura menjatuhkan sendoknya.
“Raysa, kenapa duduk dibawah. Ayo ke kelas. Bu Ami mencari kalian”, Aku pun enggan menoleh kepada Fajri yang terkesan angkuh. Keduanya cukup terkejut dengan kedatanganku. Bahkan Fajri langsung membayar makanan ke kasir dan berlalu. Raysa ku sarankan segera mencuci wajah sebelum ke kelas.
Sesampainya di kelas, teman- teman masih asyik berdiskusi seperti instruksi Bu Ami. Aku langsung menjelaskan tugas kepada Raysa dan Fajri. Kamipun berdiskusi namun tatapan Fajri mulai tidak bersahabat kepada Raysa. Sementara Raysa berusaha tersenyum seolah- olah tidak terjadi apapun, malah Fajri beberapa kali kepergok sedang memperhatikanku. Aku mencoba bersikap biasa saja agar tidak menimbulkan persoalan baru.
Saat bel pulang berbunyi, Aku yang dapat jatah piket kelas melakulan tugas seperti biasa. Airin dan Anita juga ikut membantu. Saat semuanya sudah selesai, tiba- tiba di luar kelas Fajri masih duduk sambil membaca buku. Aku agak gugup setelah beberapa kali pandanganku bertemu mata hazelnya.
Aku mencoba bersikap biasa. Namun panggilan Fajri membuat langkahku berhenti.
“Apa sebegitu tercuekinnya penantian seorang teman ?”, kalimat Fajri membuatku membatu. Mungkinkah itu ditujukan padaku. Jelas- jelas selama ini Aku yang terlalu berharap padanya, kenapa hari ini seolah- olah Aku cuekin dia. Apakah ini salah satu caranya agar Aku melupakan kejadian di kantin.
Aku terus melangkah, keheningan menyapa. Aku berusaha melupakan semuanya. Keesokan harinya saat belajar, Fajri memilih duduk di depan arah ke dinding sejajar dengan kursiku, namun dia sering menyandar ke dinding sehingga Aku bisa tahu kalau dia sering memperhatikan gerak gerikku. Bahkan beberapa kali pandangan kami bertemu. Dia tersenyum ke arahku. Aku berusaha bersikap cuek karena Raysa duduk di sampingku.
Bahkan saat pulang sekolah Fajri masih melakukan hal yang sama. Menunggu dan menyindirku dengan beberapa kalimat. Aku berusaha tenang, bagaimanapun Fajri orang yang ku suka. Meskipun temanku Raysa juga mengidolakannya namun tidak ada niatku untuk merebut perhatiannya. Biarlah rasa ini ku simpan dan pendam sendiri sampai saatnya tiba.
Padang, 29 Oktober 2022